Imam
Nawawi Rahimahullah berkata:
وَالْوَاجِبُ
مِنْ هَذَا كُلِّهِ النِّيَّةُ فِي أَوَّلِ مُلَاقَاةِ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الْبَدَنِ
لِلْمَاءِ وَتَعْمِيمِ الْبَدَنِ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ بِالْمَاءِ
"Hal
yang wajib dari itu semua ialah niat di awal ketika akan bertemunya bagian
tubuh atau badan dengan air, kemudian membasahi seluruh tubuhnya, rambut, dan
mengguyurnya dengan air"
وَمِنْ شَرْطِهِ
أَنْ يَكُونَ الْبَدَنُ طَاهِرًا مِنَ النَّجَاسَةِ وَمَا زَادَ عَلَى هَذَا مِمَّا
ذَكَرْنَاهُ سُنَّةٌ
"Di
antara syaratnya iatah tubuh dalam keadaan suci dari najis, sedangkan sesuatu
yang lebih dari apa yang kami telah sebutkan, maka hukumnya sunnah."
وَيَنْبَغِي
لِمَنِ اغْتَسَلَ مِنْ إِنَاءٍ كَالْإِبْرِيقِ وَنَحْوِهِ أَنْ يَتَفَطَّنَ لِدَقِيقَةٍ
قَدْ يَغْفُلُ عَنْهَا وَهِيَ أَنَّهُ إِذَا اسْتَنْجَى وَطَهَّرَ مَحَلَّ الِاسْتِنْجَاءِ
بِالْمَاءِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَغْسِلَ مَحَلَّ الِاسْتِنْجَاءِ بَعْدَ ذَلِكَ بِنِيَّةِ
غُسْلِ الْجَنَابَةِ لِأَنَّهُ إِذَا لَمْ يَغْسِلْهُ الْآنَ رُبَّمَا غَفَلَ عَنْهُ
بَعْدَ ذَلِكَ فَلَا يَصِحُّ غَسْلُهُ لِتَرْكِ ذَلِكَ وَإِنْ ذَكَرَهُ احْتَاجَ إِلَى
مَسِّ فَرْجِهِ فَيَنْتَقِضُ وُضُوءُهُ أَوْ يَحْتَاجُ إِلَى كُلْفَةٍ فِي لَفِّ خِرْقَةٍ
عَلَى يَدِهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
"Kemudian
bagi orang yang mandi dengan menggunakan ceret atau semisalnya, maka hendaknya
ia berusaha menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau air atau
tempat-tempat yang kadang-kadang lalai untuk dibersihkan. yaitu seperti apabila
setelah ber-istinja dan daerah istinja itu telah suci dengan air, maka
hendaknya ia mencuci tempat istinja setelah itu dengan niat mandi junub; karena
apabila tidak dibasuh saat itu juga kemungkinan akan lupa setelahnya, sehingga
mandinya tidak sah karena meninggalkan hal itu, bahkan jika dia mengingatnya,
maka perlu memegang kemaluanya yang akan membatalkan wudhunya, atau perlu
membungkus (tanganya) dalam lipatan kain (agar wudhunya tidak batal)."
Wallahu
A'lam
]النووي،
شرح النووي على مسلم، ٢٢٩/٣[
Sumber
Kitab Syarah Nawawi ala Muslim juz 3 hal 229
0 Komentar