Seputar Mandi Wajib Karena Hubungan Intim

Mandi Wajib

Seputar Mandi Wajib Karena Hubungan Intim

Tulisan ini membahas sebuah kajian fiqih tentang kewajiaban mandi atau mandi wajib setelah melakukan hubungan badan atau hubungan intim apakah itu bubungan yang halal ataukah hubungan yang haram, tetap keduanya wajib melakukan mandi wajib\

Kasus yang dibahas disini sangat banyak dan unik bahkan sesuatu yang tidak normal, tetapi hukum tetaplah hukum, semuanya terbahas oleh ilmu fiqih, karena luasnya pandangan para ulama tentang kewajiban mandi ini.

Yang sering kita bahas adalah keajiban mandi jika berhubungan melalui farji, lalu bagimana jika berhubungan yang dilarang seperti melalui dubur atau berhubungan dengan hewan atau berhubungan dengan benda, apakah wajib mandi atau tidak..?

Disini tidak membahas hukum berhubunganya, tetapi membahas hukum mandinya, karena setiap hukum ada tempat pembahasanya dengan sesuai kajian dan pembicaraanya.

Mari kita simak perkataan Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam membahas problematika diatas dengan bahasa yang ringan dan penjelasan yang apik dan mudah di fahami 

Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ غَيَّبَ الْحَشَفَةَ فِي دُبُرِ امْرَأَةٍ أَوْ دُبُرِ رَجُلٍ أَوْ فَرْجِ بَهِيمَةٍ أَوْ دُبُرِهَا وَجَبَ الْغُسْلُ سَوَاءٌ كَانَ الْمَوْلَجُ فِيهِ حَيًّا أَوْ مَيِّتًا صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا وَسَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَنْ قَصْدٍ أَمْ عَنْ نِسْيَانٍ وَسَوَاءٌ كَانَ مُخْتَارًا أَوْ مُكْرَهًا أَوِ اسْتَدْخَلَتِ الْمَرْأَةُ ذَكَرَهُ وَهُوَ نَائِمٌ وَسَوَاءٌ انْتَشَرَ الذَّكَرُ أَمْ لَا وَسَوَاءٌ كَانَ مَخْتُونًا أَمْ أَغْلَفَ 

Sahabat-sahabat kami berkata, "Ketika kepala zakar masuk ke dalam dubur wanita, atau dubur lelaki, kemaluan hewan ternak atau duburnya, maka tetap diwajibkan mandi, baik yang dimasuki itu masih hidup atau sudah mati, kecil atau dewasa, baik karena faktor kesengajaan atau lupa, entah karena pilihannya sendiri atau telpaksa, atau seorang wanita yang memasukkan ke dalam vaginanya batang zakar laki-laki yang sedang tidur, baik zakar itu menegang atau tidak, baik yang sudah disunat atau belum. 

فَيَجِبُ الْغُسْلُ فِي كُلِّ هَذِهِ الصُّوَرِ عَلَى الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُولِ بِهِ إِلَّا إِذَا كَانَ الْفَاعِلُ أَوِ الْمَفْعُولُ به صبيا أو صبية فإنه لايقال وَجَبَ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ لَيْسَ مُكَلَّفًا وَلَكِنْ يُقَالُ صَارَ جُنُبًا 

Oleh karena itu, untuk semua gambaran yang telah disebutkan itu dihukumi wajib mandi, baik pelaku atau objeknya. Kecuali apabila subjek dan objek adalah sama-sama anak kecil, maka bagi mereka tidak dikatakan wajib mandi karena mereka belum dibebani syariat. Tetapi dikatakan baginya bahwa (anak itu) telah junub.

فَإِنْ كَانَ مُمَيِّزًا وَجَبَ عَلَى الْوَلِيِّ أَنْ يَأْمُرَهُ بِالْغُسْلِ كَمَا يَأْمُرَهُ بِالْوُضُوءِ فَإِنْ صَلَّى مِنْ غَيْرِ غُسْلٍ لَمْ تَصِحَّ صَلَاتُهُ وَإِنْ لَمْ يَغْتَسِلْ حَتَّى بَلَغَ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ وَإِنْ اغْتَسَلَ فِي الصِّبَى ثُمَّ بَلَغَ لَمْ يَلْزَمْهُ إِعَادَةُ الْغُسْلِ 

Apabila anak tersebut yang telah mengalami hal ini adalah anak yang menginjak mumayyiz, maka orang tuanya wajib menyuruhnya untuk mandi wajib, sebagaimana kewajiban menyuruhnya untuk berwudhu'. sebelum shalat. Sebab, jika ia shalat sebelum mandi wajib, maka shalatnya tidak sah."

Apabila anak itu tidak mandi junub hingga waktu baligh, maka wajib baginya untuk mandi (junub), dan apabila telah memakukan mandi junub ketika waktu masih kecil, maka tidak perlu mengulangi mandinya ketika dia masuk masa baligh.

قَالَ أَصْحَابُنَا وَالِاعْتِبَارُ فِي الْجِمَاعِ بِتَغْيِيبِ الْحَشَفَةِ مِنْ صَحِيحِ الذَّكَرِ بِالِاتِّفَاقِ فَإِذَا غَيَّبَهَا بِكَمَالِهَا تَعَلَّقَتْ بِهِ جَمِيعُ الْأَحْكَامِ وَلَا يُشْتَرَطُ تَغْيِيبُ جَمِيعِ الذَّكَرِ بِالِاتِّفَاقِ 

Sahabat-sahabat kami mengatakan "Jadi gambaran jima' itu adalah memasukan batang (kepala) dari zakarnya (yang asli). Demikian menurut pendapat yang shahih berdasarkan hasil kesepakatan. Apabila kepala zakar itu telah masuk secara sempurna, maka terikat baginya semua hukum-hukum (yang diakibatkan perbuatan jima). Dalam hal ini tidak mesti dengan masuknya seluruh batang zakar, (walau hanya kepalanya saja) demikianlah menurut kesepakatan ulama.

وَلَوْ غَيَّبَ بَعْضَ الْحَشَفَةِ لَا يَتَعَلَّقُ بِهِ شَيْءٌ مِنَ الْأَحْكَامِ بِالِاتِّفَاقِ إِلَّا وَجْهًا شَاذًّا ذَكَرَهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا أَنَّ حُكْمَهُ حُكْمُ جَمِيعِهَا وَهَذَا الْوَجْهُ غَلَطٌ مُنْكَرٌ مَتْرُوكٌ 

Kemudian apabila kepala zakar hanya masuk sebagiannya saja, maka hukum wajibnya mandi belum berlaku menurut pendapat yang telah disepakati. Kecuali satu pendapat yang diutarakan oleh sebagian sahabat kami, bahwa ia dihukumi seperti memasukkan semuanya. Pendapat ini adalah pendapat keliru, munkar, dan ditinggalkan.

وَأَمَّا إِذَا كَانَ الذَّكَرُ مَقْطُوعًا فَإِنْ بَقِيَ مِنْهُ دُونَ الْحَشَفَةِ لَمْ يَتَعَلَّقْ بِهِ شَيْءٌ مِنَ الْأَحْكَامِ وَإِنْ كَانَ الْبَاقِي قَدْرَ الْحَشَفَةِ فَحَسْبُ تَعَلَّقَتِ الْأَحْكَامُ بِتَغْيِيبِهِ بِكَمَالِهِ 

Adapun apabila zakar itu terpotong, dan hanya tersisa batangnya saja tanpa kepalanya, maka tidak berlaku hukum apapun/ tetapi apabila tersisa sedikit dari kepala zakar, maka berlakulah hukum atasnya jika ia memasukkannya secara keseluruhan. 

وَإِنْ كَانَ زَائِدًا عَلَى قَدْرِ الْحَشَفَةِ فَفِيهِ وَجْهَانِ مَشْهُورَانِ لِأَصْحَابِنَا أَصَحُّهُمَا أَنَّ الْأَحْكَامَ تَتَعَلَّقُ بِقَدْرِ الْحَشَفَةِ مِنْهُ والثاني لايتعلق شيء من الاحكام الابتغييب جَمِيعِ الْبَاقِي وَاللَّهُ أَعْلَمُ

Apabila lebih dari seukuran kepala zakar, maka dalam hal terdapat dua pendapat Yang paling benar ialah bahwa telah berlaku baginya hukum di atas tentang wajibnya mandi. Kedua: Tidak dikenai hukum di atas, kecuali dengan memasukkan seluruh sisanya. Wallahu A'lam.

[النووي، شرح النووي على مسلم، ٤١/٤]

Sumber

Kitab Syarah Nawawi ala Muslim juz 4 hal 41

0 Komentar

Posting Komentar