Talfiq dan Masalahnya
Dalam ber-taqlîd, umat Islam diberi kebebasan untuk memilih madzhab mana saja yang sesuai dengan hati nurani. Namun, kebebasan ini harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan tidak boleh terperangkap dalam praktik talfiq, yang mayoritas ulama menilainya sebagai tindakan yang tidak diperbolehkan.
Apa Itu Talfiq?
Secara bahasa, talfiq berarti "menggabungkan antara dua perkara dan melipat di antaranya agar menjadi satu kesatuan" (الضم بين الأشياء والملائمة بينها لتكون شيئًا واحدًا). Dalam konteks syar'î, talfiq memiliki arti:
الجمع بين المذاهب الفقهية المختلفة في أجزاء الحكم الواحد بكيفية لم يقل بها أيٌّ من تلك المذاهب
Terjemahan: "Mencampur-adukkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut."
Pandangan Ulama Mengenai Talfiq
Dalam Kitab Tanwîr al-Qulûb karya Muhammad Amîn al-Kurdî, dijelaskan:
عدم التلفيق بأن لا يلفق في قضية واحـــدة إبتداء ولا دواما بين قولين يتولد منهما حـــــقـيقة لايـــــــول بها صاحباهما (تنوير القلوب ، ۳۹۷)
Terjemahan: "(Syarat kelima dari taqlîd) adalah tidak melakukan talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu masalah (qadhiyah), baik sejak awal, pertengahan, maupun seterusnya, yang nantinya dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyyah yang tidak pernah dikatakan oleh orang-orang yang berpendapat tersebut." (Tanwîr al-Qulûb, hlm. 397)
Contoh Kasus Talfiq
Talfiq adalah tindakan melakukan suatu ibadah dengan menggabungkan dua atau lebih madzhab dalam satu bentuk ibadah. Berikut adalah contoh-contoh talfiq:
Contoh Pertama:
- Seseorang berwudhû' dengan mengikuti madzhab Imam Syâfi'î yang hanya mengusap sebagian kecil kepala (kurang dari seperempat). Setelah itu, dia menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (bukan mahram), tetapi tetap shalat dengan mengikuti madzhab Imam Hanafî yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak membatalkan wudhû'. Tindakan ini disebut talfiq, karena menggabungkan pendapat dari dua imam yang pada akhirnya, kedua imam tersebut tidak mengakui kesahihan wudhû' tersebut.
Contoh Kedua:
- Seseorang berwudhû' tanpa menggosok anggota wudhû' karena mengikuti madzhab Imam Syâfi'î. Kemudian, dia menyentuh anjing, karena mengikuti madzhab Imam Mâlik yang menganggap anjing sebagai makhluk yang suci. Ketika dia shalat, baik Imam Mâlik maupun Imam Syâfi'î sama-sama akan membatalkan shalat tersebut.
Mengapa Talfiq Dilarang?
Talfiq dilarang dalam agama agar umat Islam tidak terjerumus dalam mencari yang mudah-mudah (tatabbu' al-rukhash) tanpa ada aturan yang jelas, sehingga praktik beragama menjadi tidak serius dan main-main. Seperti yang disebutkan dalam Kitab I'ânah al-Thâlibîn:
ويمتنع التلفيق في مسئلة كأن قلد مالكا في طهارة الكلب والشافعي في بعض الرأس في صلاة واحدة. (إعانة الطاللبين، ج ۱ ص ۱۷)
Terjemahan: "Dan tidaklah diperbolehkan talfiq dalam satu masalah (dalam satu bentuk ibadah), seperti mengikuti Imam Mâlik dalam hal sucinya anjing dan mengikuti Imam Syâfi'î dalam hal bolehnya mengusap sebagian kepala dalam mengerjakan satu shalat." (I'ânah al-Thâlibîn, juz 1, hlm. 17)
Tujuan Pelarangan Talfiq
Tujuan utama dari pelarangan talfiq adalah untuk menjaga agar praktik beragama tetap konsisten dan tidak melahirkan kesalahpahaman di kalangan umat. Talfiq bukan dimaksudkan untuk mengekang kebebasan bermadzhab, melainkan untuk memastikan bahwa umat Islam mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh madzhab yang dipilihnya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Dalam konteks Indonesia, penetapan hukum dengan memilih satu madzhab dari madzâhibul arba'ah (empat madzhab) yang relevan dengan kondisi dan situasi Indonesia menjadi penting. Misalnya, dalam persoalan shalat, mengikuti madzhab Syâfi'î secara keseluruhan. Hal ini dilakukan untuk menjaga keteraturan dan ketertiban dalam beribadah, sesuai dengan tuntutan kemaslahatan yang ada.
Dengan demikian, hukum akan ditaati dan diamalkan oleh pemeluknya, bukan hanya sekadar menjadi tulisan di atas kertas.
0 Komentar