Hukum Air Sumur Kemasukan Anjing lalu mati

Hukum Air Sumur Kemasukan Anjing lalu mati

سئل عن نحو فأرة أو كلب يقع في الماء الكثير فيموت فيه، ثم تارة يخرج منه قبل التغير، وتارة بعد تغيير الماء وتارة لا يخرج إلا بعد أن ينهري وتتقطع أجزاؤه، فما الحكم في ذلك؟.

(Ditanya): tentang contoh masalah (jika) seekor tikus atau anjing jatuh ke dalam air yang banyak lalu mati di dalamnya, Penangananya terkadang Dikeluarkan sebelum air berubah.Dikeluarkan setelah air berubah.Tidak dikeluarkan hingga hancur dan terpotong-potong bagian tubuhnya. bagaimana hukumnya dalam tiga keadaan itu.?

أجاب أما في الحالة الأولي فهو طهور على حالته قبل الوقوع لا فرق بين أن يكون الواقع كلبا أو غيره؛ لعدم سلب الطهورية، وأما في الحالة الثانية ولو كان التغير يسيرا فالماء ما دام متغيرا نجس إجماعا، والتغير المؤثر طعم أو لون أو ريح أخذا من مفهوم حديث: «ما لم يغلب على طعمه أو لونه أو ريحه» المقيد ذلك بمنطوق: «إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل خبثا» وأما في الحالة الثانية فقال في الروض وشرحه لشيخ الإسلام: وإن كثر الماء وتمعط فيه فأرة مثل عبارة الأصل وتفتت فيه شيء نجس كفارة تمعط شعرها ولم يتغير فهو طاهر، بمعنى طهور تعذر، وفى نسخة: لكن يتعذر استعماله باغتراف شيء منه بدلو أو نحوها إذ لا يخلو دلو، وفى نسخة: كل دلو منه، أي مما تمعط، فلينزح ما يغلب على الظن خروجه فيه، عبارة الاصل، فيستقي الماء كله ليخرج الشعر معه، فإن كانت العين فوارة وتعذر نزح الجميع نزح ما يغلب على الظن أن الشعر كله خرج معه، فإن اغترف قبل النزح ولم يتيقن فيما اغترفه شعرا لم يضر، وإن ظنه كما صرح به الأصل عملا بتقديم الأصل على الظاهر، وبهذا علم أن المراد بالتعذر فيما مر التعسر. انتهى. ولكن نحن سبرنا ذلك فوجدنا الأجزاء ترسب في أسفل الماء، فإني امتحنت بئرا بالتصفية فلم نر للشعر أثرا، فالظاهر أنا نستقي من ذلك الماء، فإن تحققنا شعرا وعينا من النجس الواقع، فإن كان عينا نحو كلب أريق الماء وغسل الدلو، وإن كان نحو كلب فلا بد من التسبيع، إحداهن بالتراب، ولكن إذا قل الماء فينبغي أن يصير نجسا لكون النجاسة في المقر، والله تعالى أعلم

(Dijawab):

Keadaan pertama:

Jika bangkai dikeluarkan sebelum air berubah (baik itu anjing atau selainnya), air tetap suci dan mensucikan (ṭahūr), karena tidak ada yang menyebabkan hilangnya sifat kesucian air tersebut.

Keadaan kedua:

Jika air berubah (meskipun sedikit) akibat bangkai, maka air tersebut menjadi najis dengan kesepakatan ulama. Perubahan yang dimaksud meliputi rasa, warna, atau bau, sebagaimana dipahami dari hadis:

"Selama tidak mengubah rasa, warna, atau baunya."

Hadis ini dikaitkan dengan hadis lainnya:

"Jika air mencapai dua qullah, maka ia tidak membawa kotoran."

Dengan demikian, perubahan sifat air karena najis menjadikannya tidak lagi suci.

Keadaan ketiga:

Jika bangkai hancur dan bagian-bagiannya bercampur dengan air:

  • Dalam kitab Raudh dan syarahnya disebutkan bahwa jika air banyak dan seekor tikus (atau yang sejenisnya) jatuh hingga rambutnya rontok dan bercampur dengan air namun tidak mengubah sifat air, maka air tetap suci (ṭahūr). Namun, penggunaan air ini menjadi sulit karena kemungkinan ada bagian bangkai yang tersisa di dalamnya.
  • Apabila air diambil dengan ember atau alat serupa, ada kemungkinan besar rambut atau bagian bangkai ikut terbawa. Oleh karena itu, disarankan untuk menguras air hingga diyakini semua bagian bangkai telah keluar.

Jika sumber airnya memancar (seperti mata air) sehingga tidak memungkinkan untuk menguras seluruhnya, cukup mengeluarkan air hingga diyakini bahwa semua bagian bangkai telah hilang.

  • Jika air diambil sebelum dikuras dan tidak yakin ada rambut atau bagian bangkai di dalamnya, maka tetap dianggap suci. Namun, jika ada dugaan kuat, hal ini tetap harus diteliti lebih lanjut.

Catatan tambahan:

Kami telah menguji sumur dengan cara menyaring airnya, dan hasilnya menunjukkan bahwa bagian-bagian bangkai biasanya mengendap di dasar air. Oleh karena itu, secara lahiriah, air tetap dapat digunakan jika tidak ada rambut atau bagian bangkai yang ditemukan. Namun, jika bagian bangkai ditemukan, hukumnya tergantung:

  • Jika yang jatuh adalah anjing, air harus dibuang, ember dicuci, dan mencuci dengan tujuh kali bilasan, salah satunya menggunakan tanah.
  • Jika airnya sedikit, air dianggap najis karena najisnya berada di tempat tersebut.

Allah Ta'ala lebih mengetahui.

0 Komentar

Posting Komentar